Majapahit Park, Cermin Kegagalan Perencanaan

MAJAPAHIT PARK , CERMIN KEGAGALAN PERENCANAAN

Sekitar tujuh abad silam, sejarah inspiratif kejayaan nusantara terukir dengan tinta emas. Tepat di bagian timur Pulau Padi ini, tertancap peradaban agung dari sebuah hutan jati. Majapahit, begitu dia disebut, adalah satu hal yang bisa kita banggakan di tengah hina dinanya bangsa ini di mata dunia.

Majapahit adalah tonggak awal berdirinya negara ini. Dimana pada saat itu, paradigma tentang kekuasaan telah bertransformasi. Dari yang sebelumnya bersifat lokal, misal Kediri dan Singasari, menjadi berlingkup global serta bertujuan menyatukan beragam kerajaan dalam satu kesatuan, di bawah kaki Majapahit. Semenjak itulah cikal bakal nusantara sudah terbentuk dan konsep persatuan telah dirintis.

Kejayaan yang membentang dari Sumatera (termasuk Temasek/Singapura) sampai bumi Timor itu kini tinggal kebanggaan semu. Jiwa dan semangat Majapahit tak mengendap dalam sanubari rakyat Indonesia. Bahkan ironisnya pemimpin negeri ini justru menistakan dan menafikan sejarah imperium besar yang berjaya di abad ke-14 ini. Pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) di atas situs yang diyakini terkandung banyak peninggalan bersejarah adalah suatu hal yang amat naif dan terlalu ceroboh.

Ada sebuah pertanyaan besar di sini. Kenapa proyek yang terkesan ambisius dengan pengerjaan yang serampangan itu dapat berjalan begitu saja? Ini membuktikan proses perencanaan proyek yang juga disebut Trowulan Information Centre ini kurang matang. Apalagi kurang melibatkan beberapa ahli dari berbagai disiplin ilmu semisal arkeolog, arsitek dan perencana sehingga terlihat asal-asalan dalam realisasinya di lapangan. Jelas bahwa proyek PIM ini cermin dari kegagalan perencanaan. Dimana tak efektifnya berbagai metode survei dan observasi dalam proses pengambilan kebijakan. Seakan-akan ada kepentingan politis yang terselubung di balik proyek ini.

Pertanyaan selanjutnya, siapakah sebenarnya perancang masterplan kompleks taman terpadu dan pusat informasi (Majapahit Park) ini secara keseluruhan? Menarik untuk dikaji. Dalam dunia perencanaan, kebanyakan konsep rencana tata ruang yang diajukan ternyata jarang diimplementasikan secara nyata jika kurang sesuai dengan keinginan policy maker, meskipun konsepnya bagus dan bermanfaat secara luas. Sedangkan rancangan Majapahit Park yang agak terkesan ngawur ini disetujui begitu saja tanpa mempertimbangkan apa saja yang terkandung di dalam kawasan heritage yang harganya tak bisa dikonversikan dalam bentuk uang. Semakin mengindikasikan bahwa ada motif lain dalam rencana Majapahit Park ini, terutama proyek PIM. Apalagi tanpa sosialisasi rencana yang jelas kepada publik.

Membangun pusat informasi berkonsep taman terpadu, dengan tujuan menyelamatkan situs dan benda kepurbakalaan memang hal yang sangat urgent di tengah maraknya perdagangan ilegal oleh beberapa oknum. Tapi harus dipertimbangkan juga lokasi yang tepat dilihat dari berbagai aspek. Jangan malah merusak kawasan situs yang berharga ini. Dengan kerusakan yang cukup parah, proses penelitian dan rekonstruksi Majapahit akan semakin sulit. Padahal dari sana, kita dapat menemukan bukti kejayaan leluhur bangsa Indonesia yang masih tersisa. Selain itu sebelum berencana untuk mendirikan pusat informasi ada baiknya penelitian area situs harus dituntaskan secara keseluruhan terlebih dahulu. Dengan begitu kita akan punya data yang lengkap dan spesifik mengenai Majapahit sebelum mengembangkannya menjadi kawasan wisata dan budaya.

Perlu diketahui bahwa persoalan rusaknya kawasan penelitian kerajaan Majapahit bukan semata-mata kesalahan pemerintah. Masyarakat sekitar juga mengeksploitasi lahan untuk membuat batu bata secara berlebihan. Selain itu mereka menjual benda- benda purbakala yang mereka temukan. Tak mempedulikan nilai-nilai historis yang ada. Biasanya hal ini dikarenakan faktor kehidupan warga sekitar yang masih jauh dari kata sejahtera. Masalah inilah yang tak boleh diabaikan oleh pemerintah itu sendiri. Harapannya mereka tak seenaknya memanfaatkan kawasan berharga ini untuk kepentingan mereka sendiri. Apa jadinya bangsa ini bila kebudayaan yang luhur ini perlahan pudar dan sampai akhirnya hilang hanya karena rakyatnya kelaparan? Hal ini yang mesti direnungkan oleh pemerintah.

Fakta yang menarik saya temukan dalam sejarah kejayaan bangsa Indonesia. Abad ke-7 muncul kerajaan yang cukup besar dan berpengaruh di tanah Sumatera, yaitu Sriwijaya. Sebagai Kerajaan Nasional I, Sriwijaya menjelma menjadi negara besar pada saat itu. Tujuh abad setelahnya muncul Kerajaan Nasional II yaitu Majapahit yang kekuasaannya meliputi seluruh kepulauan Nusantara. Dan hari ini, kita berdiri tepat 7 abad setelah era kejayaan Majapahit. Lalu kejayaan seperti apakah yang akan kita persembahkan ketika sejarah inspiratif bangsa ini diperkosa habis-habisan. Yang melakukannya justru bukan pihak luar, tapi pemimpin dan rakyat itu sendiri yang rela peradaban masa lalunya diberangus.

Kita harusnya belajar pada sejarah. Sebuah bangsa menjadi besar karena terinspirasi kejayaan masa lalu. Bangsa yang besar ini perlu memupuk sense of belonging terhadap kebudayaan yang dimiliki, terutama Majapahit dan bersiap menjaganya dalam keadaan apapun. Kita tentunya tidak ingin bila Mahapatih Gadjah Mada hidup kembali, beliau akan kecewa dan menangis pilu melihat bangsa Indonesia yang ia rintis dengan cucuran keringat dan tetesan darah kini kondisinya begitu memprihatinkan....

0 komentar: